Tantangan Pendidikan Indonesia
perm_identity ADI Moderator v2 query_builder Jan 30, 2024



Mohammad Nur Rianto Al Arif
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

Pemerintah telah menargetkan Indonesia akan menjadi negara unggul di usianya yang ke-100 pada tahun 2045 mendatang. Visi Indonesia 2045 bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang berdaulat, mandiri, dan adil pada tahun 2045. Terdapat empat pilar dalam visi Indonesia 2045, salah satunya ialah Pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkenaan dengan Pembangunan manusia ini akan sangat erat kaitannya dengan kondisi dunia Pendidikan di Indonesia. Tulisan ini akan mencoba membahas tantangan Pendidikan di Indonesia dalam menopang pencapaian Visi Indonesia 2045.

Tantangan Pendidikan

            Tantangan pertama ialah terkait dengan aksesibilitas dan kesetaraan. Aksesibilitas pertama ialah terkait kondisi geografis Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia, terutama di wilayah pedalaman atau pulau-pulau terpencil, masih menghadapi kesulitan dalam aksesibilitas terhadap Pendidikan. Keterbatasan infrastruktur dan fasilitas di daerah terpencil dapat menjadikan pendirian dan pemeliharaan sekolah menjadi sulit. Kurangnya sarana transportasi yang memadai turut pula menjadi penghambat mobilitas siswa. Jika kita merujuk pada data Badan Pusat Statistik sebagian besar penduduk Indonesia  usia 15 tahun ke atas yaitu 59,62% masih berpendidikan SMP ke bawah. Selain itu, 302 kecamatan di Indonesia tidak memiliki SMP/MTs dan 727 kecamatan tidak memiliki SMA/SMK/MA.

Aksesibilitas kedua ialah terkait kondisi ekonomi masyarakat Indonesia. Beberapa keluarga masih mengalami kesulitan membiayai Pendidikan anak-anak mereka, hal ini tentu dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam kesempatan belajar. Biaya Pendidikan dalam hal ini tidak hanya biaya sekolah melainkan biaya penunjang Pendidikan seperti seragam, buku, dan transportasi. Sebagian pemerintah daerah di Indonesia memang telah membuat kebijakan menggratiskan sekolah negeri, namun untuk biaya-biaya penunjang Pendidikan masih belum dapat ditanggung sepenuhnya.

            Tantangan Pendidikan yang kedua ialah terkait dengan kualitas Pendidikan di Indonesia yang masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Worldtop, peringkat Pendidikan Indonesia berada di urutan ke-67 dari total 209 negara. Kemudian, jika kita melihat dari hasil kajian Program for International Student Assesment (PISA), Indonesia berada di urutan 68 dari 81 negara dengan skor: Matematika (379), Sains (398), dan membaca (371). Selain itu, hasil asesmen nasional menunjukkan bahwa hanya siswa SMA/MA sederajat yang telah mencapai kompetensi minimum untuk literasi.

Kualitas Pendidikan ini mencakup sumber daya manusia dan kurikulum yang tidak adaptasi dengan perubahan kebutuhan pasar kerja. Sebagian besar guru sudah memiliki kualifikasi minimal S1/DIV, namun kurang dari 50% yang belum memiliki sertifikasi pendidik. Selain itu, kompetensi guru masih perlu ditingkatkan yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil UKG nasional masih di angka 56,69. Distribusi guru pun kurang merata, sehingga banyak daerah 3T masih kekurangan guru. Selain itu, secara nasional Indonesia masih kekurangan guru sekitar 679 ribu karena gelombang pensiun guru.

Kemudian, terkait dengan kurikulum yang tidak adaptasi dengan perubahan kebutuhan kerja. Seringkali terdapat kesenjangan antara keterampilan yang diajarkan di sekolah dengan kebutuhan dunia kerja, sehingga lulusan tidak siap menghadapi tantangan kerja. Kemudian pada beberapa Tingkat Pendidikan memiliki kurikulum yang terlalu padat. Hal ini menjadikan kurangnya waktu untuk pemahaman konsep yang mendalam dan pengembangan keterampilan kritis. Kurikulum harus didesain agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan Pendidikan global. Kesenjangan antara kurikulum di daerah perkotaan dan pedesaan pun harus menjadi perhatian. Daerah terpencil mungkin menghadapi tantangan dalam menyediakan kurikulum yang berkualitas.

Tantangan ketiga ialah terkait dengan teknologi Pendidikan. Berdasarkan data, masih terdapat 12.548 desa di Indonesia belum memiliki layanan seluler 4G, hal ini tentu menyebabkan siswa kesulitan dalam mengakses layanan internet. Sehingga berimplikasi menghambat kegiatan belajar mengajar berbasis digital. Selain itu, masih ada 3.153 sekolah (1,43%) belum memiliki akses terhadap Listrik, serta 22.373 sekolah (10,16%) belum memiliki akses terhadap internet.

Tantangan berikutnya ialah terkait dengan Pendidikan inklusif. Perlunya peningkatan dukungan dan fasilitas untuk siswa berkebutuhan khusus agar mereka dapat terlibat sepenuhnya dalam pendidikan. Pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya inklusi dan penerimaan terhadap semua siswa. Tidak semua anggota masyarakat atau guru memiliki pemahaman yang memadai tentang konsep inklusif atau mengenai kebutuhan khusus siswa. Hal ini dapat menyebabkan ketidaksetujuan atau ketidakmengertian terhadap praktik inklusif. Kurangnya fasilitas dan materi pembelajaran yang mendukung inklusivitas, seperti kurangnya peralatan dan bahan ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Beberapa sekolah mungkin tidak memiliki infrastruktur yang ramah bagi siswa dengan kebutuhan khusus, seperti aksesibilitas bangunan dan fasilitas yang memadai. Beberapa siswa dengan kebutuhan khusus mungkin menghadapi kesulitan dalam akses ke sarana transportasi yang memadai untuk mencapai sekolah.

Strategi Pendidikan

Berdasarkan tantangan di atas, maka terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan. Pertama, ialah memastikan setiap pemerintah daerah untuk memenuhi 20% anggaran pemerintah untuk Pendidikan. Memang diakui, bahwa sebagian besar pemerintah daerah belum memprioritaskan Pendidikan karena keterbatasan ruang fiskal yang dimiliki. Dalam konteks ini, pemerintah daerah harus mampu menggali dan memanfaatkan sumber pendanaan inovatif. Dana-dana CSR dari Perusahaan dapat dioptimalkan untuk meningkatkan sarana dan prasarana Pendidikan di daerah.

Terkait dengan kualitas sumber daya manusia, pemerintah perlu memberikan insentif kepada individu berkualitas untuk menjadi guru, terutama di daerah terpencil. Kemudian, pemerintah harus memastikan semua guru menerima pelatihan yang memadai sebelum atau selama masa tugas mereka. Pemerintah perlu memperluas kesempatan untuk pengembangan profesional dan pelatihan lanjutan kepada para guru, terutama guru di daerah 3T. Selain itu, pemerintah perlu memberikan gaji dan insentif yang layak kepada para guru. Gaji guru yang rendah dibandingkan dengan beban kerja dan tanggung jawab dapat mengurangi motivasi dalam bekerja. Apabila kita merujuk pada standar di beberapa negara tetangga, idealnya gaji maksimal guru dapat mencapai 15 juta per bulan

Strategi yang dapat dilakukan terkait dengan kurikulum ialah menyederhanakan kurikulum terutama di Tingkat Pendidikan dasar. Sebaiknya fokus hanya kepada beberapa materi utama yaitu kemampuan membaca dan memahami bacaan, kemampuan menghitung, kemampuan sains, dan penguatan karakter melalui pembelajaran agama, budi pekerti dan kepemimpinan. Sehingga, siswa tidak perlu dibebani dengan berbagai mata Pelajaran yang banyak dan menjadikan para siswa hanya bisa menghapal namun tidak dapat memahami apa yang dibaca. Selain itu, kurikulum Merdeka yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi dan disempurnakan. Kemudian, di era teknologi seperti saat ini penguatan literasi digital perlu dilakukan, terutama pada siswa di Tingkat sekolah menengah.

Terkait dengan keterbatasan teknologi Pendidikan, pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah perlu mengalokasi dana penguatan infrastruktur agar seluruh desa di Indonesia dapat memiliki akses terhadap internat. Selain itu, perlu ada perhatian khusus agar seluruh sekolah di Indonesia diberikan akses terhadap Listrik dan internet, hal ini sebagai upaya memperlancar kegiatan belajar mengajar berbasis digital dan mengurangi kesenjangan kualitas Pendidikan di Indonesia. Inovasi kecerdasan buatan dapat membantu proses pembelajaran menjadi lebih efisien. Namun, proses pembelajaran melalui digital yang lebih efektif dan efisien tetap memperhatikan pada kemampuan afektif dan psikomotorik anak. Praktik massive open online courses (MOOCs) yang semakin meluas ketika pandemic Covid-19 merupakan peluang untuk upskilling dan reskilling tenaga kerja serta memperluas akses Pendidikan.

Strategi yang dapat dilakukan terkait dengan Pendidikan inklusif dapat dimulai dengan menetapkan kebijakan yang mendukung prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Pemerintah perlu menyelenggarakan pelatihan khusus untuk guru, staf sekolah, dan petugas pendidikan lainnya tentang metode pengajaran inklusif dan manajemen kebutuhan khusus siswa. Pemerintah perlu menjamin bahwa fasilitas sekolah dapat diakses oleh semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus. Kemudian, memastikan tersedianya buku dan materi pembelajaran yang sesuai dengan berbagai tingkat kemampuan siswa. Selanjutnya, memastikan bahwa kurikulum mencerminkan keanekaragaman dan kebutuhan siswa dengan menyediakan materi yang mencakup berbagai latar belakang dan kemampuan.

Peningkatan kualitas pendidikan menjadi elemen kunci untuk meraih visi Indonesia Emas 2045. Langkah-langkah konkret dalam peningkatan kurikulum, pelatihan guru, investasi dalam fasilitas dan teknologi pendidikan, serta pemberdayaan masyarakat untuk mendukung pendidikan yang inklusif akan berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian tujuan jangka panjang negara. Semoga peningkatan kualitas Pendidikan menjadi prioritas utama pada pemerintahan baru Indonesia ke depan. (https://www.kabarpendidikan.id/2024/01/tantangan-pendidikan-indonesia.html)